Minggu, 02 Desember 2018

RADAR MSSR

PRINSIP-PRINSIP
SECONDARY SURVEILLANCE RADAR

A.   Pendahuluan
Secondary Surveillance Radar (SSR) sama seperti Primary Surveillance Radar (PSR) menggunakan antenna terarah untuk mendeteksi posisi target, namun SSR memerlukan partisipasi aktif dari target untuk mengidentifikasi dan mengetahui posisinya. Target bertugas menjawab pertanyaan dua pertanyaan yaitu “Siapa kamu ?” dan “Pada level berapa lokasimu ?”. Hal ini tentunya memerlukan peralatan penerima (receiver) di pesawat yang berupa decoder dan responder yang disebut Transponder.
Oleh karena kedua pertanyaan tersebut berbeda, maka interrogator di pemancar (transmitter) akan memformulasikannya secara terpisah yang disebut “MODE”. Begitupula dengan transponder di pesawat akan membedakannya dan merespon tergantung kode yang diterima dan selanjutnya receiver di darat akan mendekodekan respon yang dideteksi.
Di dalam fungsinya sebagai alat pemantau udara, SSR akan memberikan informasi yang akurat kepada pemandu lalu lintas udara berupa : 
1.    Jarak (Range) adalah jarak sebuah obyek dari stasiun radar dalam Nautical Mile (NM).
2.    Arah (Azimuth)  adalah merupakan sudut dari titik utara ke arah obyek yang pengukurannya searah dengan arah jarum jam dalam satuan derajat.
3.    Identifikasi (kode) pesawat untuk membedakan pesawat udara yang satu dengan yang lainnya biasanya dimulai dengan huruf A dan diikuti dengan empat angka.
4.    Ketinggian sebuah pesawat dengan permukaan air laut dengan satuan ukurannya dalam Feet (Radar Secondary).
5.    Pada keadaan darurat, akan terlihat kode khusus yang telah dimengerti oleh petugas pemandu lalu lintas udara. Kesemua informasi ini akan didapatkan pada layar pantau radar yang dapat memberikan informasi di sekeliling antena dengan radius yang sesuai dengan kemampuan jangkauan pemancar radar.  

Informasi jarak didapat dari pengukuran waktu saat sinyal interrogasi dikirim dari stasiun radar sampai sinyal jawaban diterima oleh stasiun radar, seperti gambar berikut ini :



Gambar 2.1. Prinsip Kerja SSR

Dengan rumus sederhana berikut dapat dihitung jarak suatu obyek dari stasiun radar.

Range =  / 12,36 µs/Nm


Di mana :
R    = Jarak
c     = Cepat rambat gelombang elektromagnetik di udara
t1     = Waktu yang diperlukan bagi sinyal interogasi dikirim dari stasiun radar sampai ke obyek
t2     = Waktu yang diperlukan bagi sinyal jawaban dikirim dari obyek sampai ke stasiun radar

 Informasi azimuth didapat dari pengukuran terhadap posisi antenna yang menerima sinyal jawaban dari antena. Seiring dengan perputaran radar dibangkitkan dua buah sinyal yang disebut north signal dan increment signal yang disebut juga dengan Azimuth Reference Pulse (ARP) dan Azimuth Count Pulse (ACP). Berikut ini penjelasan tentang kedua sinyal tersebut :
-       North signal (ARP) adalah suatu sinyal yang pada prinsipnya akan dibangkitkan satu kali setiap satu kali putaran antena (360°) yang dalam penyetelannya diatur sedemikian rupa agar north signal muncul tepat pada saat antena radar menghadap arah utara atau nol derajat.
-       Increment signal (ACP) adalah sinyal yang dibangkitkan sebanyak 4096 untuk SSR versi lama dan sebanyak 16384 untuk SSR versi baru, untuk setiap satu putaran antena radar yang selanjutnya akan dipakai untuk data input pada rangkaian penghitung sudut yang dimulai dari titik utara. Jadi pada prinsipnya increment dan north signal saling berkaitan dalam perhitungan azimuth.

Pada SSR yang menghasilkan pulsa increment signal sebanyak 4096 dalam satu putaran antena maka untuk satu pulsa increment signal akan mewakili 360° ÷ 4096 = 0,08789°. Sedangkan pada SSR yang menghasilkan increment signal 16384 dalam satu putaran antena, maka untuk satu pulsa increment signal akan mewakili 360° ÷ 16384 = 0,02197°. Sebagai misal untuk arah timur (90°) akan diwakili oleh 90° ÷ 0,02197° = 4096 (ACP),   

Informasi identifikasi (kode pesawat) dan ketinggian di dapat dari sinyal jawaban yang dikirim oleh pesawat. Sistem deteksi SSR dilakukan dengan mengirimkan sinyal interogasi ke obyek yang disebut dengan “Interrogation Mode” dan selanjutnya melalui suatu peralatan yang disebut transponder akan dijawab oleh obyek tersebut yang disebut dengan “Reply Code”.
Menurut Annex 10 volume IV frekuensi pembawa (Carrier Frequency) untuk interrogation mode adalah 1030 MHz, sedangkan frekuensi pembawa untuk reply code dari adalah 1090 MHz dengan toleransi 0,2 MHz. Ketentuan-ketentuan tentang interrogation mode dan reply code secara terperinci dijabarkan dalam Annex 10 volume IV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar