Senin, 26 Maret 2012

PEMBANGUNAN INDONESIA DARI MASA ORDE LAMA, ORDE BARU SAMPAI ERA REFORMASI

A. Latar Belakang
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dinia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memicu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang maju.
Berbagai macam prospek pembangunan telah dilakukan dari Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reforasi untuk terus mendorong kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea rah yang lebih baik, dalam hal ini pembangunan nasional juga harus dimulai dari,oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan diberbagai aspek kehidupan bangsa yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
B. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan ini agar dapat memahami suasana dan arah pembangunan nasional yang telah dilakukan dari masa Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reformasi yang terus menumpu kemajuan nasional yang lebih baik.
Tujuan lain dari penulisan ini juga agar dapat menambah wawasan masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan beradap atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, tertib, bersahabat, bersatu, aman, damai dan sejahtera.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana proses pembangunan nasional masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
Apa saja yang menjadi kendala pembangunan Indonesia selama ini, sehingga menjadi masalah yang belum terselesaikan.?
Bagaimana sejarah perencanaan pembangunan Indonesia dari Orde Lama, Orde Baru, hingga masa Reformasi.?
Kenapa Indonesia menjadi Negara yang didera oleh hutang luar negeri
Seperti apa proses pengambilan kebijakan ekonomi dalam pembangunan dari Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.?
Bagaimana sistem pemerintahan dalam melakukan pembangunan Indonesia dari masa ke masa.?
BAB II
A. Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia
1. Orde Lama
Pada era Orde Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959-1967, pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional:
TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara
TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969,
Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut membuka peluang dalam melakukan pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak baru dalam mencipatakan iklim Indonesia yang lebih kondusip, damai, dan sejahtera. Proses mengrehablitasi dan merekontruksi yang di amanatkan oleh MPRS ini diutamakan dalam melakukan perubahan perekonomian untuk mendorong pembangunan nasional yang telah didera oleh kemiskinan dan kerugian pasca penjajahan Belanda.
Pada tahun 1947 Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947 ini masih mengutamakan bidang ekonomi mengingat urgensi yang ada pada waktu itu (meskipun di dalamnya tidak mengabaikan sama sekali masalah-masalah nonekonomi khususnya masalah sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda, prasarana dan lain lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa perencanaan semacam itu maka cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional” tidak akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi jika tidak diperkuat oleh Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Sekitar tahun 1960 sampai 1965  proses sistem perencanaan pembangunan mulai tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih sangat labil telah menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya pembangunan untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini perekonomian Indonesia berada pada titik yang paling suram. Persediaan beras menipis sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga barang membubung tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang samapai 650 persen ditahun 1966. keadaan plitik tidak menentu dan terus menerus bergejolak sehingga proses pembangunan Indonesia kembali terabaikan sampai akhirnya muncul gerakan pemberontak G-30-S/PKI, dan berakir dengan tumbangnya kekuasaan presiden Soekarno.
2.Orde Baru
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden.  Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru ini, pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kerdaulatan dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang sosial budaya. Tekad ini tidak akan bisa terwujud tanpa melakukan upaya-upaya restrukturisasi di bidang politik (menegakkan kedaulatan rakyat, menghapus feodalisme, menjaga keutuhan teritorial Indonesia serta melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi (menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi kolonial, menghindarkan neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang canggih, menegakkan sistem ekonomi berdikari tanpa mengingkari interdependensi global) dan restrukturisasi sosial budaya (nation and character building, berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta menghapuskan budaya inlander).
Pada masa ini juga proses pembangunan nasional terus digarap untuk dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan perkapita juga meningkata dibandingkan dengan masa orde lama.
Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint nasional atau rencana pembangunan nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama kita memiliki rencana-rencana pembangunan lima tahun (Depernas) dan kemudian memiliki pula Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan-Tahun (Bappenas). Di jaman orde baru kita mempunyai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V,dan Repelita VII (Bappenas).
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
3. Reformasi
Setelah terjadi berbagai goncangan ditanah air dan berbagai tekanan rakyat kepada presiden Soeharto, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu pada masa ini juga memberi  kebebasan dalam menyampaikan pendapat, partisipasi masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
Dengan hadirnya reformasi pembangunan dapat di kontrol langsung oleh rakyat, dan kebijakan pembangunanpun didasari demokrasi yang bebunyi dari, oleh dan untuk rakyat, sehingga dengan dasar ini partisipasi rakyat tidak terkekang seperti pada masa orde baru,kehidupan perekonomian Indonesia dapat didorong oleh siap saja.
Selain pemabangunan nasional pada masa ini juga ditekankan kepada hak daerah dan masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing-masing, sehingga pembangunan daerah sangat diutamakan sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang no 32/2004,Undang-Undang 33/2004, Undang-Undang 18/2001 Untuk pemerintahan Aceh, Undang-Undang 21/2001 Untuk Papua. Keempat undang-undang ini mencerminkan keseriusan pusat dalam melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah dan rakyat di daerah agar daerah dapat menentukan pembangunan yang sesuai ratyatnya inginkan.

B. Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan


1. Orde Lama
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan ekonomi pembangunan masih sangat labil, yang didera oleh berbagai persoalan antaranya pergejolakankan politik yang belum kondusif dan juga system pemerintahan yang belum baik, sehingga berdampak pada proses pengambilan kebijakan.
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
Kas negara kosong.
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
2. Orde Baru
Pada masa Orde Baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih kearah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde Baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal perimbangan tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa itu pinjaman luar negeri selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri inilah yang digunakan pemerintah untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran di masa yang akan datang. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri. Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat berimbang. Permasalahannya, pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga tidak dapat menutup defisit anggaran.
3. Reformasi
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Pada masa Reformasi ini proses pembangunan nasional memang sudah  demokratis dan sudah memerankan fungsi pemerintah daerah dalam menjalankan pasipartisi rakyat daerahnya. Dengan peluang otonomi daerah telah memberikan sumbangsi yang besar terhadap proses percepatan pembangunan nasional dan juga menjaminnya sistem demokrasi yang merakyat.
C. Sistem Pemerintahan
1. Orde lama
kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
2. Orde Baru
Kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.
Soeharto dan Orde Baru tidak bisa dipisahkan. Sebab, Soeharto melahirkan Orde Baru dan Orde Baru merupakan sistem kekuasaan yang menopang pemerintahan Soeharto selama lebih dari tiga dekade. Betulkah Orde Baru telah berakhir? Kita masih menyaksikan praktik-praktik nilai Orde Baru hari ini masih menjadi karakter dan tabiat politik di negeri ini. Kita masih menyaksikan koruptor masih bercokol di negeri ini. Perbedaan Orde Baru dan Orde Reformasi secara kultural dan substansi semakin kabur. Mengapa semua ini terjadi? Salah satu jawabannya, bangsa ini tidak pernah membuat garis demarkasi yang jelas terhadap Orde Baru.
Tonggak awal reformasi 11 tahun lalu yang diharapkan bisa menarik garis demarkasi kekuatan lama yang korup dan otoriter dengan kekuatan baru yang ingin melakukan perubahan justru “terbelenggu” oleh faktor kekuasaan.Sistem politik otoriter (partisipasi masyarakat sangat minimal) pada masa orba terdapat instrumen-instrumen pengendali seperti pembatasan ruang gerak pers, pewadahunggalan organisasi profesi, pembatasan partai poltik, kekuasaan militer untuk memasuki wilayah-wilayah sipil, dll.
3. Reformasi
Pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme), tidak jelas apa orientasinya dan mau dibawa kemana bangsa ini.
BAB III
A. Kesimpulan
Proses pembangunan nasional merupakan suatu kegiatan yang terus menerus dan menyeluruh dilakukan mulai dari penyusunan suatu rencana, penyususnan pogram, kegiatan pogram, pengawasan sampai pada pogram terselesaikan.
Dari penjelasan diatas sebagai arah perjalanan pembangunan Indonesia, arah tersebut  telah menciptakan berbagai pembaharuan-pembaharuan untuk terus menuju ke kesejahteraan rakyat. Catatan-catatan diatas ini tidak lain dimaksudkan agar setiap tindakan pembangunan secara langsung atau tidak lansung dilaksanakan demi meningkatkan kecerdasan dan kemakmuran rakyat banyak. Khususnya dalam meningkatkan perekonomian Indonesia yang lebih baik.
Sistem kebijakan pembangunan di Negara Indonesia sudah menunjukkan perbaikan ke arah yang lebih demokratis ada pasca Reformasi. Paling tidak ada masa reformasi ini, semua proses pembangunan baik pusat maupun daerah dituntut supaya harus melibatkan publik dalam proses perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasannya.
Artinya partisipasi aktif masyarakat sipil sangat diperlukan dalam proses pembangunan negara baik di tingkat pusat maupun daerah provinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung. Hal ini menuntut kesadaran dan semangat masyarakat sipil seutuhnya sebagai warga negara dan bangsa Indonesia yang turut bertanggung jawab dalam proses pembangunan.
Dari Orde Lama hingga era Reformasi pembangunan Indonesia terus menciptakan suasana yang kondusif, damai, aman, dan sejahtera. Dari segi birokrasi perubahan periode ke periode selanjutnya semakin menonjol peran masyarakat dalam pembangunan republik ini.
B. Kritik & Saran
Pergolakan pembangunan Indonesia telah menciptakan urgensi-urgensi kehidupan yang mendera perekonomian Indonesia, bahkan berbagai persoalan konflik elit politik terjadi belum bias terealisasikan sampai saat ini. Persoalan-persoalan ini terjadi tentu berdampak besar pada proses perencanaan pembangunan kearah yang lebih baik, namun pada penulisan ini perlu disampaikan bahwa taraf perekonomian Indonesia masih jauh dari yang kita harapkan, warisan hutang luar negeri masih harus dibayar.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia bebas dari kemiskinan, harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.

Rabu, 21 Maret 2012

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN NASIONAL

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN NASIONAL

A. Pentingnya Peraturan Perundang-Undangan Nasional bagi Warga Negara
Menurut ahli filsafat bangsa Yunani Aristoteles, manusia itu adalah zoon politicon, artinya manusia selalu berkeinginan untuk hidup bersama sehingga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia cenderung untuk hidup berkelompok atau bermasyarakat.
Dalam kehidupan bersama dengan orang lain, mungkin terjadi hubungan yang baik dan harmonis, akan tetapi mungkin juga terjadi pertentangan, perselisihan, dan benturan-benturan kepentingan di antara anggota masyarakat. Untuk mengatasi semua ini, perlu ada norma dalam masyarakat yang mengatur kehidupan masyarakat tertib, tentram dan harmonis.
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan norma adalah pedoman, patokan, atau aturan bagi seseorang untuk bertindak dan bertingkah laku di dalam masyarakat. Ada beberapa macam norma dalam masyarakat, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum.

1. Norma Agama
Norma agama adalah norma yang bersumber pada wahyu Tuhan dan ini berisi larangan – larangan, perintah dan anjuran yang wajib ditaati oleh umat manusia. Norma agama bertujuan untuk menguasai dan mengatur kehidupan pribadi dalam mempercayai atau meyakini kekuatan Tuhan Maha Esa. Contoh norm agama antara lain sebagai berikut :
a. “Jangan berbuat riba! Barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama – lamanya.” (QS.Albaqarah:275)
b. “Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu.”(Keluaran: 20:12).
Norma agama bersifat umum dan universal serta berlaku bagi seluruh golonagan manusia di dunia.

2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan peraturan hidup yang dianggap bersumber dari hati nurani manusia (insan kamil atau menyangkut hasrat-hasrat rohaniah yang tidak dapat atau tidak perlu kelihatan). Ajaran norma ini, antara lain jangan membenci sesama manusia, tidak boleh curiga, tidak berkhianat dan sebaainya. Contoh norma kesusilaan sebagai berikut :
a. Hendaklah engkau berlaku jujur
b. Hendaklah engkau berbuat baik terhadap sesama manusia
c. Janganlah engkau membunuh sesamamu

3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan timbul akibat pergaulan segolongan manusia. Norma kesopanan (kaidah sopan santun) lahir dari suatu kebiasaan (apa-apa yang biasa di dalam hidup antarpribadi) manusia, meskipun tetapi tidak semua kebiasaan adalah sopan santun. Contoh norma kesopanan sebagai berikut :
a. Orang muda harus menghormati orang lebih tua
b. Tidak boleh meludah di lantai atau di sembarang tempat.
c. Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bus dan lain-lain (terutama wanita yang tua,hamil, atau membawa bayi)

4. Norma Hukum
Norma hukum adalah norma yang dibuat oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang. Norma hukum sangat tegas. Bagi siapa yang melanggar hukum akan memperoleh sanski hukum. Hukuman akan dijatuhkan setelah melalui proses pengadilan. Contoh norma hukum sebagai berikut:
a. Barang siapa yang dengan sengaja mengambil jiwa orang lain, dipidana karena membunuh dengan hukuman setinggi – tingginya 15 tahun (norma hukum pidana).
b. Orang yang tidak memenuhi suatu keterikatan yang diadakan, diwajibkan mengganti kerugian, misalnya jual beli, sewa-menyewa, ( norma hukum perdata).
c. Suatu persoalan terbatas harus didirikan dengan akta notaris dan disetujui oleh Departemen Kehakiman (norma hukum dagang).
Dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Ini berarti bahwa Indonesia segala sesuatu harus didasarkan dan tunduk pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menciptakan kehidupan kenegaraan yang baik dan terciptanya tertib hukum bagi lembaga negara ataupun warga negara, diperlukan suatu peraturan perundang – undangan nasional.
Penyusunan peraturan perundang – undangan harus bersumber pada sumber hukum. Sumber hukum tersebut dipergunakan sebagai bahan penyusunan peraturan perundang – undangan. Sumber hukum bias tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum nasional kita adalah Pancasila (sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD 1945) dan Batang Tubuh UUD 1945.
Peraturan perundang – undangan Republik Indonesia setelah reformasi bergulir, diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang – undangan, yaitu sebagai berikut :

1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 adalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara Indonesia sebagai hukum dasar tertulis yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara sehingga Undang – Undang Dasar 1945 bersifat supel. Tujuannya adalah untuk memberikan tempat bagi pemikiran – pemikiran yang sesuai dengan dinamika revolusi.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan putusan MPR sebagai pengembangan kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang – sidang MPR. Ada dua keputusan MPR.
a. Ketetapan, yaitu keputusan MPR yang mengikat baik ke dalam ataupun keluar majelis.
b. Keputusan, yaitu keputusan MPR yang mengikat kedalam mejelis saja.

3. Undang – Undang
Udang – Undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 serta Ketetapan MPR. Menurut sistem Undang – Undang Dasar 1945, suatu undang – undang merupakan produk bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian suatu peraturan dapat dinamakan undang – undang apabila dibuat oleh Presiden dan DPR.

4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang
Peraturan pemerintah pengganti udang – undang oleh pemerintah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah pengganti undang – undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak oleh DPR, Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang harus dicabut.

5. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dibuat pemerintah untuk melaksanakan udang – undang.

6. Keputusan Presiden
Keputusan Presiden bersifat mengatur dan dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsinya dan tugasnyaberupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintah.

7. Peraturan Daerah
Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD I bersama Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat DPRD II bersama Bupati/Walikota.
c. Peraturan Desa atau yang setingkat dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau yang setingkat. Sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

B. Alur Proses Penyusunan Perundang – Undangan Nasional serta Pihak – Pihak yang Terlibat
Alur proses penyusunan perundang – undangan nasional serta pihak – pihak yang terlibat.

1. Undang – Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan peraturan negara yang tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang – undangan Republik Indonesia. Rancangan UUD ini mulai dibahas dalam sidang – sidang BPUPKI dan kemudian menjadi UUD negara Republik Indonesia setelah ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sekarang UUD 1945 telah mengalami perubahan atau amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan. Amandemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Amandemen pertama disahkan pada 19 Agustus 1999.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 5, 7, 9, 13, 14, 17, 20, 21.
b. Amandemen kedua disahkan pada 18 Agustus 2000.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 18, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30 dan 36.
c. Amandemen ketiga disahkan pada 10 November 2001.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 1, 3, 6, 7, 8, 11, 17, 22, 23 dan 24.
d. Amandemen keempat disahkan pada 10 Agustus 2002.
Pasal – pasal yang diamandemen adalah pasal 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 31, 32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan.
Dari uaraian di atas, sekarang kita dapat menyebutkan pihak – pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penetapan UUD 1945, yaitu .
a. Anggota BPUPKI
b. Anggota PPKI
c. Anggota MPR

2. Ketetapan MPR
Berdasarkan Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1999 tentang peraturan tata tertib MPR RI bab XII, dijelaskan sebagai berikut.
a. Pembuatan putusan – putusan majelis dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, kecuali untuk laporan pertanggung jawaban presiden dan hal – hal lain yang dianggap perlu oleh Majelis (Pasal 91).
b. Keempat tingkat pembicaraan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tingkat I
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan – bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan Majelis sebagai bahan pokok pembicaraan Tingkat II.
2) Tingkat II
Pembahasan oleh Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan Pimpinan dan dilanjutkan dengan pemandangan umum fraksi-fraksi.
3) Tingkat III
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil pembicaraan Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III merupakan Rancangan Ketetapan Keputusan Mejelis.
4) Tingkat IV
Pengambilan putusan oleh rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari pimpinan komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.
Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa pembuat Keputusan maupun Ketetapan MPR adalah para anggota MPR.

3. Undang – Undang
Pasal 20 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen menegaskan bahwa kekuasaan membentuk undang – undang dipegan oleh DPR. Dalam Pasal 5 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa: “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”Selanjutnya dalam Pasal 20 Ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen ditegaskan bahwa: “Setiap rencana undang – undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Dari penegasan pasal – pasal tersebut, maka diketahui sebagai berikut.
a. Undang – undang dibuat DPR bersama Presiden (Pemerintah).
b. Rancangan undang – undang dapat berasal dari DPR, dapat juga berasal dari Presiden (Pemerintah).
Proses pembentukan (pembuatan) undang – undang pada dasarnya terdiri atas tiga tahap berikut.
a. Proses penyiapan rancangan undang – undang yang merupakan proses penyusunan dan perencanaan di lingkungan Pemerintah, atau di lingkungan DPR (dalam hal rancangan undang-undang berasal dari atau usul inisiatif DPR).
b. Proses mendapatkan persetujuan yang merupakan pembahasan DPR.
c. Proses pengesahan (oleh Presiden) dan pengundangan (oleh Mentri Sekretasris Negara atas perintah Presiden).

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (PERPU)
Proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak serumit dan sepanjang penyusunan undang-undang. Hal ini mengingat, bahwa PERPU disusun berdasarkan keadaan darurat atau mendesak yang memerlukan pengaturan cepat, sedangkan kalau dengan undang-undang diperlukan proses yang lama.
Ada 2 kemungkinan dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
a. Kemungkinan Pertama
Mentri atau kepala LPND member tahu Presiden melalui Sekretariat Negara. Kemudian Presiden akan membuat suatu rancangan PERPU. Setelah diselesaikan penyusunannya oleh Sekretariat Negara (dalam hal ini oleh Biro Hukum dan Perundang-undangan), maka Presiden kemudian menetapkan PERPU tersebut.
b. Kemungkinan Kedua
Presiden berpendapat bahwa perlu dibentuk suatu peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU). Dalam hal demikian, Presiden meminta dibuat suatu konsep rancangan PERPU yang akan diselesaikan oleh Sekretariat (Biro Hukum dan Perundang-undangan). Setelah selesai, rancangan PERPU diserahkan kembali kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani, PERPU yang telah ditetapkan Presiden tersebut kemudian diundangkan oleh Mentri Sekretariat Negara, dan dimasukkan dalam lembaran negara. PERPU ini sudah berlaku mengikat umum.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan PERPU adalah Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Sekretariat Negara (Mentri dan Staf Biro Hukum dan Perundang-undang).

5. Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 15 Tahun 1970, proses pembentukan Peraturan  Pemerintah (PP) adalah sebagai berikut.
a. Pimpinan Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dapat mengajukan prakarsa kepada Presiden yang memuat urgensi, argumentasi, dan pokok-pokok materi suatu masalah yang akan dituangkan ke dalam rancangan Peraturan Pemerintah tersebut untuk memperoleh izin atau persetujuan dari Presiden.
b. Setelah diteliti oleh Sekretariat Negara, kemudian Presiden menentukan menyetujui atau menolak.
c. Apabila Presiden menyetujui, maka dibentuklah panitia interdepartemen atau panitia antardepartemen untuk membahas dan mempersiapkan rancangan Peraturan Pemerintah. Setelah selesai, hasilnya dilaporkan kepada pimpinan departemen atau pimpinan LPDN yang bersangkutan
d. Rancangan Peraturan Pemerintah dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan mentri/pimpinan lembaga pemerintah yang terkait, Mentri Kehakiman, dan Sekretariat kabinet untuk mendapatkan tanggapan dan pertimbangan una penyempurnaan rancanan Peraturan Pemerintah
e. Setelah dipandang baik, rancangan PP tersebut kemudian diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan dan ditandatangani.
f. Setelah ditetapkan rancangan PP diundangkan oleh Mentri Sekretaris Negara.
Dari uraian di atas, kita mengetahui bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan Peraturan Pemerintah yaitu Presiden, Mentri/Kepala LPDN, dan Mentri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet.

6. Keputusan Presiden
Proses pembentuka suatu keputusan presiden, sebenarnya tidak begitu berbeda dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah, yaitu dimulai dari pembentukan Panitia-panitia yang bertugas untuk merumuskan, dan menuangkan semua permasalahan di dalam rancangan keputusan presiden. Apabila rancangan tersebut sudah selesai, maka presiden akan mendatangani dan menetapkan keputusan presiden tersebut. Jadi pihak – pihak yang terlibatpun hampir sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan PP, yaitu :
a. Presiden
b. Mentri terkait
c. Mentri Sekretaris Negara

7. Peraturan Daerah
Proses penyusunan Peraturan Daerah dimulai dengan pengajuan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari kepala daerah dan prakarsa DPRD. Prosesnya sebagai berikut.
a. Rancangan Peraturan daerah disampaikan pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD.
b. Pembahasan dilakukan melalui 4 tahapan pembicaraan, kecuali apabila Panitia Musyawarah menentukan lain.
C. Sikap Kritis terhadap Perundang-undangan yang Tidak Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan harus diperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat karena kedaulatan memang berada di tangan rakyat. Dengan demikian, maka setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku benar-benar menjadi wahana terciptanya tertib hukum guna tercapainya tujuan nasional negara kita. Tujuan negara kita adalah seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdasakan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Apabila suatu peraturan perundang-undangan ternyata tidak menampung atau memperhatikan aspirasi rakyat, maka masyarakat dapat secara efektif menyampaikan ataupun mendesakkan aspirasinya dengan cara yang dibenarkan undang-undang kepada badan/lembaga yang berwenang. Tujuannya, agar peraturan perundang-undangan dapat dibuat lebih baik dan aspiratif sehingga dapat berbentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin ketertiban, ketentraman, hak kepentingan umum, dan keselamatan bangsa dan negara. Sikap kritis yang dilakukan dengan benar oleh masyarakat merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi terciptanya kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik dan demokratis.
D. Sikap Patuh terhadap Perundang-Undangan Nasional
Di negara hukum, semua orang harus tunduk kepada hukum yang berlaku tanpa kecuali. Demikian juga kita yang hidup di negara hukum Indonesia tercinta ini, harus patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia sebab pada dasarnya hukum di buat untuk kebaikan kita semua. Alasan lain mengapa kita harus patuh pada hukum adalah karena kepatuhan terhadap hukum menciptakan tertib hukum dan tertib hukum menjamin tercapainya tujuan negara kita.
Sebaliknya, apabila kita tidak patuh pada hukum, maka akan tercipta ketidaktertiban masyrakat bahkan kekacauan dalam masyarakat sehingga meresahkan dan menyengsarakan masyarakat itu sendiri. Oleh Karen itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain, dan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.

KESIMPULAN
a. Selain sebagai makhluk pribadi, manusia juga mahkluk sosial. Manusia menjadi berarti (bermakna), jika manusia berada dan bersama masyarakat, saling berhubungan dan bekerja sama.
b. Dalam berkehidupan bersama di masyarakat perlu ada norma yang mengaturnya sehingga tidak terjadi benturan kepentingan antara satu dengan lainnya. Norma – norma yang kita kenal adalah norma agama, norma kesusilaan , norma kesopanan, dan norma hukum.
c. Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, semua harus berdasar hukum dan patuh pada hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap hukum menjamin terciptanya tertib hukum dan tercapainya tujuan nasional.

DEMOKRASI DAN PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA BESERTA CONTOHNYA

Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Demokrasi di Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan PDI-P sebagai pemenang Pemilu.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Beserta Contohnya

Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama. Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks. Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang turut hadir menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu.
Demokrasi, menurut Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga negara, sedangkan kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang diterapkan.

Senin, 12 Maret 2012

How to install Syndicate SKIDROW


Gambarnya mantap apalagi kalo udah download gak bakal nyesel deh bro !!!!!!!!!!!!!!!!







Tags: free, Free Download, Full Game crack, Gameplay, games, How to install, How to install Syndicate, keygen, pc, SKIDROW, Syndicate, Syndicate gameplay, Syndicate torrent, Tutorial



http://www.uniblue.com/cm/myadwise/registrybooster/promotion1/download/?aff=11251&x-at=0008413690752053540